Penerapan Sikap Positif terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat

 Penerapan Sikap Positif terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat


Penerapan Sikap Positif terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat

Pelaksanaan sila Pancasila ke-1

Hal utama yang harus diperhatikan adalah ketuhanan dengan sikap beragama.

Hal yang lain juga adalah kenyataan adanya perbedaan beragama di tengah masyarakat sehingga keyakinan dan kepercayaan masyarakat beraneka ragam. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:

  • Percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan agama yang dianut.
  • Menghormati, menghargai, dan bertoleransi terhadap pemeluk dan kegiatan peribadatan agam lain.
  • Melaksanakan ajaran dan moral agama tidak hanya dalam bentuk peribadatan atau hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dalam bentuk hubungan dengan sesama warga negara.
  • Melaksanakan ajaran dan moral agama dalam semua kegiatan kemasyarakatan (seperti dalam bekerja, bergaul dan sebagainya).
  • Membina kerukunan dan kedamaian hidup dengan pemeluk agama lain yang berbeda.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-2

Hal    pokok    yang    menjadi   penekan   adalah   sikap   adil   dan   beradab.

Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Melaksanakan hak dengan cara tidak melanggar hak-hak orang lain serta ketertiban dan kepentingan umum.
  • Tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, seperti pemaksaan, pengekangan, dan perampasan.
  • Tidak menganggap diri memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan menganggap orang lain berkedudukan lebih rendah.
  • Menghormati, menghargai, dan menyayangi orang lain tanpa membedakan asal-usul suku, golongan, agama, jenis kelamin, dan sebagainya.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-3

Sila  ini  memuat   nilai   pokok   persatuan.  Pelaksanaannya  bisa  dilakukan sebagai berikut:
  • Mengakui dan menghargai keberadaan suku-suku lain yang ada di Indonesia,
  • Membina kerja sama dan hubungan yang baik dengan individu atau masyarakat dari suku lain,
  • Mengutamakan kepentingan bersama (masyarakat) daripada kepentingan pribadi dan golongan, dan
  • Bersikap toleran terhadap pelaksanaan tradisi atau adat istiadat yang dilakukan masyarakat suku lain.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-4

Dalam sila ini yang harus diperhatikan adalah musyawarah dan demokrasi. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Memerhatikan aspirasi masyarakat atau anggota kelompok dalam setiap membuat keputusan yang menyangkut kepentingan bersama,
  • Memberi kesempatan kepada masyarakat atau anggota kelompok untuk menyampaikan pendapat berkenaan dengan keputusan yang akan diambil bersama,
  • Mengutamakan cara musyawarah dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang menyangkut kepentingan bersama,
  • Menghormati dan melaksanakan hasil musyawarah yang telah diambil dan disepakati bersama.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-5

Sila  ini  memuat  nilai  pokok  tentang pemerataan keadilan. Keadilan adalah hal yang akan dan harus diwujudkan secara merata dalam kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Berlaku adil terhadap sesama tanpa membedakan suku, agama, jenis kelamin, golongan, dan asalu-usul lain,
  • Ikut aktif menciptakan tata pergaulan dan kehidupan yang adil dalam masyarakat dan kelompok,
  • Ikut mendukung berbagai upaya penyelesaian masalah-masalah kemasyarakatan dan kelompok secara adil.

Penerapan Sikap Positif terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat

Pelaksanaan sila Pancasila ke-1

Hal utama yang harus diperhatikan adalah ketuhanan dengan sikap beragama.Hal yang lain juga adalah kenyataan adanya perbedaan beragama di tengah masyarakat sehingga keyakinan dan kepercayaan masyarakat beraneka ragam. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan agama yang dianut.
  • Menghormati, menghargai, dan bertoleransi terhadap pemeluk dan kegiatan peribadatan agam lain.
  • Melaksanakan ajaran dan moral agama tidak hanya dalam bentuk peribadatan atau hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dalam bentuk hubungan dengan sesama warga negara.
  • Melaksanakan ajaran dan moral agama dalam semua kegiatan kemasyarakatan (seperti dalam bekerja, bergaul dan sebagainya).
  • Membina kerukunan dan kedamaian hidup dengan pemeluk agama lain yang berbeda.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-2

Hal    pokok    yang    menjadi   penekan   adalah   sikap   adil   dan   beradab. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Melaksanakan hak dengan cara tidak melanggar hak-hak orang lain serta ketertiban dan kepentingan umum.
  • Tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, seperti pemaksaan, pengekangan, dan perampasan.
  • Tidak menganggap diri memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan menganggap orang lain berkedudukan lebih rendah.
  • Menghormati, menghargai, dan menyayangi orang lain tanpa membedakan asal-usul suku, golongan, agama, jenis kelamin, dan sebagainya.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-3

Sila  ini  memuat   nilai   pokok   persatuan.  Pelaksanaannya  bisa  dilakukan sebagai berikut:
  • Mengakui dan menghargai keberadaan suku-suku lain yang ada di Indonesia,
  • Membina kerja sama dan hubungan yang baik dengan individu atau masyarakat dari suku lain,
  • Mengutamakan kepentingan bersama (masyarakat) daripada kepentingan pribadi dan golongan, dan
  • Bersikap toleran terhadap pelaksanaan tradisi atau adat istiadat yang dilakukan masyarakat suku lain.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-4

Dalam sila ini yang harus diperhatikan adalah musyawarah dan demokrasi. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Memerhatikan aspirasi masyarakat atau anggota kelompok dalam setiap membuat keputusan yang menyangkut kepentingan bersama,
  • Memberi kesempatan kepada masyarakat atau anggota kelompok untuk menyampaikan pendapat berkenaan dengan keputusan yang akan diambil bersama,
  • Mengutamakan cara musyawarah dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang menyangkut kepentingan bersama,
  • Menghormati dan melaksanakan hasil musyawarah yang telah diambil dan disepakati bersama.

Pelaksanaan sila Pancasila ke-5

Sila  ini  memuat  nilai  pokok  tentang pemerataan keadilan. Keadilan adalah hal yang akan dan harus diwujudkan secara merata dalam kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaannya bisa dilakukan sebagai berikut:
  • Berlaku adil terhadap sesama tanpa membedakan suku, agama, jenis kelamin, golongan, dan asal-usul lain,
  • Ikut aktif menciptakan tata pergaulan dan kehidupan yang adil dalam masyarakat dan kelompok,
  • Ikut mendukung berbagai upaya penyelesaian masalah-masalah kemasyarakatan dan kelompok secara adil.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut kerap terjadi dikalangan masyarakat, hal ini menunjukkan mulai lunturnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,  kemajemukan suku, bangsa, dan agama membuat indonesia sangat rentan akan konflik dan perpecahan di dalam masyarakat, kesadaran individu lah yang menjadi benteng terkokoh dalam menjaga nilai-nilai pancasila tetap lestari di tanah ibu pertiwi, sebagai pengontrol dan landasan serta tujuan dari bangsa ini.


Pada sila pertama pancasila disebutkan KETUHANAN YANG MAHA ESA, berdasar sila tersebut jelas bahwa adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap Tuhan sebagai pencipta alam, dengan ini bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius, nilai ketuhanan juga terlihat dengan adanya pengakuan terhadap kebebasan beragama yang diatur dalam undang-undang pasal 29 ayat 2, tidak ada paksaan atau diskriminatif terhadap agama satu dengan agama yang lain, akan tetapi konflik-konflik antar agama masih sering terjadi di indonesia, contoh saja masalah jemaat ahmadiyah yang tak kunjung menemui titik terang, selain itu ada pula jemaat yasmin yang masih belum bisa menempati tempat ibadat mereka yang disegel pemerintah daerah, meskipun jemaat yasmin telah memenangkan sengketa di tingkat kasasi, dari permasalahan ini saja sudah tampak bagaimana nilai-nilai pancasila mulai runtuh, mulai dari kerukunan beragama, musyawarah mufakat, serta kepemimpinan yang telah gagal dalam memimpin rakyat.


Selanjutnya pada sila ke dua di sebutkan KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, ini menyatakan bahwa dalam hidup ini dalam berperilaku kita harus  sesuai dengan hakikat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang beradab, dalam nilai kemanusiaan yang adil dan beradab juga terkandung makna bahwa apa yang kita lakukan harus berdasar pada kesesuaian hati nurani dan kesesuaian sebagai mahluk yang beradab, sehingga dalam berperilaku kita memiliki batasan –batasan yang diukur secara nurani, dengan tujuan agar tidak terjadi perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar batasan-batasan keberadaban, akan tetapi banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran atas pelanggaran-pelanggaran sebagai bukti lemahnya penerapan nilai-nilai pancasila ini, masih ingat peristiwa tri sakti, yang menelan banyak korban tanpa ada titik terang pertanggung-jawaban hingga saat ini, serta masalah kemanusiaan etnis tiong hoa yang teramat sangat mengenaskan, hal-hal tersebut merupakan perbuatan di luar batas manusia sebagai mahluk yang beradab, ini merupakan suatu contoh besar dimana niali-nilai pancasila sebagai dasar filosofi negara tak di junjung lagi, juga sebagai cerminan atas pengingkaran nurani terhadap nilai-nilai luhur pancasila, dan perlu kita antisipasi agar tak terjadi kasus-kasus serupa yang teramat nista.


Selanjutnya pada sila ketiga berbunyi PERSATUAN INDONESIA, dimaknai bahwa kita sebagai bangsa yang majemuk baik suku, ras, agama dan budaya perlu menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan , saling menghormati satu sama lain demi terciptanya persatuan yang damai dan sejahtera, sebagai bangsa yang besar membina persatuan dan kesatuan merupakan hal yang tidak mudah, perlu kesadaran dari berbagai lapisan masyarakat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan itu sendiri, namun nilai-nilai tersebut nampaknya kini tak dianggap lagi sebagai nilai-nilai yang harus di junjung tinggi dan di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, lihat saja, perilaku tawuran pelajar yang terjadi setiap hari di berbagai tempat di negeri ini, sungguh merupakan perbuatan yang sangat disesalkan dan harus segera dibenahi, kaum terpelajar yang harus nya dapat menjadi contoh dan dapat menjadi piooner dalam berperilaku berbangsa dan bernegara berdasar pancasila, justru memperlihatkan perilaku yang bertolak belakang dengan nilai-nilai tersebut, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah dan orang tua untuk segera membenahi hal tersebut, agar tercipta iklim yang damai, satu dan sejahtera di negeri ini.


Selanjutnya pada sila keempat berbunyi KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN DAN PERWAKILAN, menjelaskan bahwa negara ini menganut sistem demokrasi, yang berarti bahwa suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.di mana setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat merupakan demi mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat, nilai-nilai ini yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para pejabat negara dan dijadikan dasar dalam membuat sebuah keputusan, akan tetapi fakta hari ini menunjukkan sikap yang bertolak belakang, lihat saja bagaimana kebijakan-kebijakan yang dibuat justru lebih mementingkan kepentingan suatu golongan saja, serta lebih mengutamakan unsur politik di dalam nya. Ditambah lagi kasus korupsi yang kian menggurita, menunjukkan betapa bobrok nya pemerintahan di negeri ini, ini adalah buah dari pengingkaran nilai-nilai pancasila yang harusnya kita taati, tidak ada jalan lain untuk membenahi hal tersebut selain penegakan hukum yang harus ditegakkan secara tegas, adil dan bijaksana. Agar para pemimpin menjadi pemimpin yang mencintai dan memahami kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi atau golongan.


Dan yang terakhir adalah sila kelima yang berbunyi KEADILAN BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA, sila ini bermakna kemakmuran, kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat indonesia, idealnya semua warga berhak menerima dan memiliki kesempatan yang sama dalam hal pemenuhan kesejahteraan yang diberikan oleh negara, akan tetapi itu hanya omong kosong saja, lihat lah bagaimana penderitaan rakyat dipinggiran kota, serta nasib masyarakat yang ada di perbatasan, jauh dari kata layak dan bahagia, infrastruktur seperti jalan, sekolah dan pelayanan masyarakat nyaris tak pernah mereka nikmati, kalau pun ada itu sangatlah tidak layak, entah apa yang ada dipikiran para pemimpin negeri ini, kesenjangan ekonomi yang begitu jauh merupakan salah satu fenomena yang menunjukkan bagaimana pemenuhan kesejahteraan yang tidak merata, hal tersebut merupakan dampak dari proses pembuatan kebijakan yang hanya mementingkan golongan semata, kita sebagai warga negara harus melakukan kontrol terhadap hal tersebut, agar tercipta keadilan sosial yang merata.


MENGHADAPI KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA


Kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di depan membawa berbagai akibat. Akibat itu, misalnya menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia sangat menderita dan mengancam integrasi nasional.

Bagaimana kita menanggapi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu tanggapan yang dapat dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM. Alasannya:

  • Dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik yakni bertentangan dengan nilai - nilai kemanusiaan.
  • Dilihat dari segi hukum, bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati dan mematuhi instrumen HAM.
  • Dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan bagi setiap orang untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya. Akibat dari kendala ini, maka pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan.

UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI DI INDONESIA


Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.


Kemajuan yang sama, secara konstitusional juga berlangsung sekembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya UUDS 1950 dengan dicantumkannya tiga puluh delapan pasal di dalamnya. Pada masa berlakunya UUDS 1950 tersebut, penghormatan atas HAM dapat dikatakan cukup baik. Patut diingat bahwa pada masa itu, perhatian bangsa terhadap masalah HAM masih belum terlalu besar. Di masa itu, Indonesia menyatakan meneruskan berlakunya beberapa konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO) yang telah diberlakukan pada masa Hindia Belanda oleh Belanda dan mengesahkan Konvensi Hak Politik Perempuan pada tahun 1952.


Sejak berlakunya kembali UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam penegakan HAM. Sampai tahun 1966, kemunduran itu terutama berlangsung dalam hal yang menyangkut kebebasan mengeluarkan pendapat. Kemudian pada masa Orde Baru lebih parah lagi, Indonesia mengalami kemunduran dalam penikmatan HAM di semua bidang yang diakui oleh UUD 1945. Di tataran internasional, selama tiga puluh dua tahun masa Orde Baru, Indonesia mengesahkan tidak lebih dari dua instrumen internasional mengenai HAM, yakni Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979) dan Konvensi tentang Hak Anak (1989).


Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993, yang bertujuan untuk membantu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan meningkatkan perlindungan HAM “guna mendukung tujuan pembangunan nasional”. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga mandiri yang memiliki kedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang dibentuk itu dinyatakan bersifat mandiri karena para anggotanya diangkat secara langsung oleh presiden, besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan bangsa dan negara serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang otoriter dan represif, pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu berarti karena pelanggaran HAM masih terjadi di mana-mana.


Sejak runtuhnya rezim otoriter dan represif Orde Baru, gerakan penghormatan dan penegakan HAM, yang sebelumnya merupakan gerakan arus bawah, muncul ke permukaan dan bergerak secara terbuka. Gerakan ini memperoleh impetus dengan diterimanya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai “perangkat lunak” berlanjut dengan diundang-undangkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang memungkinkannya dibentuk pengadilan HAM ad hoc guna mengadili pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum UU tersebut dibuat.


Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional), administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial), dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian, perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice karena memang merupakan salah satu aspek transitional justice yang berdampak langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari pihak korban maupun dari pihak pelaku pelanggaran HAM tersebut. Di samping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice merupakan elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada kenyataannya sedang diupayakan.


Upaya penegakan transitional criminal justice umumnya dilakukan melalui dua jalur sekaligus, yaitu jalur yudisial (melalui proses pengadilan) dan jalur ekstrayudisial (di luar proses pengadilan). Jalur yudisial terbagi lagi menjadi dua, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM ditujukan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 tahun 2000, sedangkan Pengadilan HAM Ad Hoc diberlakukan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya UU No. 26 tahun 2000.


Sedangkan jalur ekstrayudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN) ditempuh untuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau dan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 tahun 2000. Upaya penyelesaian melalui jalur demikian haruslah berorientasi pada kepentingan korban dan bentuk penyelesaiannya dapat menunjang proses demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta merupakan upaya penciptaan kehidupan Indonesia yang demokratis dengan ciri-ciri utamanya yang berupa berlakunya kekuasaan hukum dan dihormatinya hak asasi dan kebebasan fundamental.

Selain itu Upaya penegakan HAM dapat melalui jalur Pengadilan HAM, mengikuti ketentuan-ketentuan antara lain, sebagai berikut:


Kewenangan memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut di atas oleh Pengadilan HAM tidak berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.

Terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan UURI No.26 Tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM adhoc. Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada tempat dan waktu perbuatan tertentu (locus dan tempos delicti ) yang terjadi sebelum diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000.

Agar pelaksanaan Pengadilan HAM bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranya dilakukan majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang. Lima orang tersebut, terdiri atas 2 orang hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc (diangkat di luar hakim karir). Sedang penegakan HAM melalui KKR penyelesaian pelanggaran HAM dengan cara para pelaku mengungkapkan pengakuan atas kebenaran bahwa ia telah melakukan pelanggaran HAM terhadap korban atau keluarganya, kemudian dilakukan perdamaian. Jadi KKR berfungsi sebagai mediator antara pelaku pelanggaran dan korban atau keluarganya untuk melakukan penyelesaian lewat perdamaian bukan lewat jalur Pengadilan HAM.


MENGHARGAI UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA

  • Membantu dengan menjadi saksi dalam proses penegakan HAM.
  • Mendukung para korban untuk memperoleh restitusi maupun kompensasi serta rehabilitasi.
  • Tidak mengganggu jalannya persidangan HAM di Pengadilan HAM.
  • Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum dan lembaga – lembaga HAM bila terjadi pelanggaran HAM.
Mendorong untuk dapat menerima cara rekonsiliasi melalui KKR kalau lewat jalan Peradilan HAM mengalami jalan buntu, demi menghapus dendam yang berkepanjangan yang dapat menghambat kehidupan yang damai dan harmonis dalam bermasyarakat.


UPAYA PENCEGAHAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindak lanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi.


Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara melakukan reformasi struktural, infromental, dan kultural mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah. Kemudian, perlu juga dilakukan penyelesaian terhadap berbagai konflik horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang melanggar HAM dengan cara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.


Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama di semua bidang. Anak-anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia bagi orang dewasa. Anak-anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berinteraksi dalam masyarakat. Anak-anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan mereka berkembang secara normal dan baik. Untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak.

Selain hal-hal tersebut, perlu adanya social control (pengawasan dari masyarakat) dan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut serta dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai yang ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.


Dalam bidang penyebarluasan prinsip-prinsip dan nilai-nilai HAM, perlu diintensifkan pemanfaatan jalur pendidikan dan pelatihan dengan, antara lain, pemuatan HAM dalam kurikulum pendidikan umum, dalam pelatihan pegawai dan aparat penegak hukum, dan pada pelatihan kalangan profesi hukum.

Mengingat bahwa dewasa ini bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari rezim otoriter dan represif ke rezim demokratis, namun menyadari masih lemahnya penguasaan masalah dan kesadaran bahwa penegakan HAM merupakan kewajiban seluruh bangsa tanpa kecuali, perlu diterapkan keadilan yang bersifat transisional, yang memungkinkan para korban pelanggaran HAM di masa lalu dapat memperoleh keadilannya secara realistis.


Pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan oleh negara (pemerintah), tetapi juga oleh suatu kelompok, golongan, ataupun individu terhadap kelompok, golongan, atau individu lainnya. Selama ini perhatian lebih banyak difokuskan pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, sedangkan pelanggaran HAM oleh warga sipil mungkin jauh lebih banyak, tetapi kurang mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan tegas yang mampu menjamin dihormatinya HAM di Indonesia.

Hal ini perlu dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
  • Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
  • Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
  • Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.

Video Penerapan Sikap Positif terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat




Penerapan Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat oleh sulastri-galingging

Video bom bunuh diri dan baku tembak teroris pelaku bom dan polisi di sarinah jalan thamrin


Video lucu banget ngakak abis dan Status Lucu

Mau Dapat Uang Saat Internetan, Tanpa Modal Dan Bukan Tipu-Tipu : Klik Disini



Baca Juga : Informasi Cepat Sukses Dan Kaya Dengan Cara Halal 





0 comments:

Post a Comment